Sabtu, 23 November 2024

Fenomena La Nina Berkah buat Cengkeh dan Kopi Lumajang

Laporan oleh Sentral FM Lumajang
Bagikan

Fenomena La Nina yang membuat tingginya intensitas hujan, tidak sepenuhnya membawa dampak buruk terhadap komoditi pertanian di Lumajang, Jawa Timur. Cengkeh dan kopi adalah contoh tanaman yang produktivitas serta kualitasnya jadi semakin baik.

“Dampak La Nina, komoditi cengkeh dan kopi menjadi malah baik karena tingkat semiannya bertambah,” kata Drs Mahmud Kepala Kantor Perkebunan Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Jumat (19/8/2016).

Kondisi ini, lanjutnya, disebabkan lahan budi daya tanaman cengkeh dan kopi yang berada di kawasan lereng Gunung Semeru yang biasanya stagnan, menjadi semakin baik sebagai dampak masih tingginya intensitas hujan. “Curah hujan yang masih tinggi ini berpengaruh terhadap kelangsungan hidup komoditi tanaman cengkeh dan kopi,” paparnya.

Untuk peningkatan produktivitasnya, bisa mencapai 35 persen dari hasil yang biasanya. “Kalau cengkeh biasanya 5 sampai 6 kwintal per pohon, kini bisa menjadi 7 sampai 8 kwintal. Sedangkan kopi, naik dari biasanya menghasilkan 9 kwintal per hektar, kini menjadi 1,2 ton,” papar Mahmud.

Meningkatnya produktivitas komoditi cengkeh dan kopi ini juga dibarengi dengan naiknya kualitas hasil panennya. Hal ini bisa terjadi karena hasil panen bisa masak sempurna sehingga volumenya semakin bertambah.

Petani juga mendapatkan hasil berlipat ganda dengan kondisi curah hujan tinggi. Apalagi, harga komoditinya juga saat ini menguntungkan. Untuk cengkeh, harga jual per kilogramnya berkisar antara Rp 80-90 ribu. Biasanya petani langsung menjual hasil panennya kepada pengepul di tingkat lokal saja.

“Tahun ini yang kebetulan terjadi fenomena La Nina, komoditi cengkeh petik 3 kali di bulan Juni. Selama sebulan dilakukan petik awal, petik maksimal dan petik lasutan yang menjadi petik terakhir,” tuturnya.

Untuk lahan budi daya cengkeh, terletak di wilayah Kecamatan Pronojiwo, Pasrujambe dan Senduro dengan luasan mencapai 800 hektar. Komoditi itu dikembangkan 2 ribu petani dengan pola tanam konversi. “Seperti tanaman pekarangan. Jadi, seorang petani bisa memiliki 20 pohon,” bebernya.

Sedangkan untuk komoditi kopi, peningkatan produktivitasnya juga menguntungkan petani. Para petani Lumajang membudidayakan komoditi kopi di lahan yang lebih luas dengan kategori tiga kawasan. Yakni jenis Arabica di wilayah lereng Gunung Semeru, di antaranya di Kecamatan Gucialit, Senduro, Pasrujambe.

Tiap hektarnya bisa menghasilkan 14 sampai 15 kwintal dengan harga jual Rp 40 ribu lebih. Arabica merupakan pengembangan baru yang saat ini luasan lahannya sudah mencapai 600 hektar.

Untuk jenis Robusta dibudidayakan di kaki gunung. Yakni di wilayah Kecamatan Gucialit, Senduro, Pasrujambe, Pronojiwo dan Tempursari. Luasan lahannya mencapai 600 hektar.

“Untuk setiap hektar budidaya kopi, petani bisa menghasilkan 14 kwintal dengan harga jual mencapai Rp 30 ribu per kilogram,” timpalnya.

Sedangkan untuk jenis Ekselsa yang merupakan tanaman pekarangan, banyak dibudidayakan di wilayah utara Lumajang. Kopi jenis Ekselsa ini di masyarakat wilayah utara Lumajang disebut juga dengan julukan Kopi Nangkah. Luasan lahan budi dayanya mencapai 600 hektar di wilayah Kecamatan Ranuyoso, Kedungjajang, Klakah, Randuagung, dan sebagian Padang.

“Tiap hektarnya bisa menghasilkan 1 ton dengan harga jual Rp 28 ribu per kilogram. Untuk komoditi kopi ini, petani menjualnya langsung ke pengepul. Selanjutnya komoditi dibawa ke Malang dan Surabaya,” pungkas Mahmud. (her/rid/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs