Dalam Annual Democracy Forum (ADF) 2016 dengan tema “Learning from Democratic Transitions In Asia and the Pacific” di Mongolia, Fadli Zon Presiden Global Organization of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC) mengatakan, kalau pemberantasan korupsi di Parlemen sangat penting dalam menata demokrasi.
“Sebagai presiden GOPAC, isu pemberantasan korupsi di Parlemen menjadi hal sangat penting dalam rangka menata demokrasi yang terkonsolidasi,” ujar Fadli saat menjadi pembicara dalam dialog ADF di Best Western Premier Tuushin Hotel Ulaanbaatar, Mongolia, Kamis (25/8/2016).
Dia memberi apresiasi terhadap forum yang diselenggarakan International Democracy an Electoral Assistance (IDEA) ini, karena bisa membantu dalam menata sebuah demokrasi.
“Jadi saya berharap, forum IDEA regional di Asia ini kita apresiasi sebagai bagian dari usaha menata demokrasi yang lebih terkonsolidasi dan substantif,” kata dia.
Fadli berharap, ada masukan untuk Indonesia dalam forum ini, begitu juga Indonesia bisa menularkan pengalamannya ke negara-negara lainnya yang hadir dalam ADF ini.
“Kita berharap ada masukan-masukan dan juga kita bisa memberi masukkan yang telah kita jajaki,” ujar dia.
Fadli menegaskan, transisi demokrasi di Indonesia cukup signifikan, karena jumlah penduduknya besar. Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di Asia, dengan jumlah penduduk hampir 260 juta.
Pada waktu transisi demokrasi tahun 1998-1999, kata Fadli, walaupun dimulai dengan sebuah krisis dan kerusuhan, tetapi transiisi itu cukup berhasil.
“Artinya parpol hidup dan kita menghadapi sistem multi partai, kemudian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, kebebasan berorganisasi. Jadi kita melihat cukup banyak kemajuan-kemajuan,” ujar Fadli yang juga wakil ketua DPR RI ini.
Tapi, kata Fadli, di bidang ekonomi di Indonesia masih banyak kritik. Yang menjadi catatan adalah demokrasi di Indonesia semakin lama semakin mahal, ini yang menjadi catatan.
“Artinya, dalam bidang ekonomi, demokrasi kita belum untuk mencapai kesejahteraan. Demokrasi masih untuk demokrasi saja. Kita harus memberi catatan kalau demokrasi ini bukan tujuan tetapi harus sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat,” kata dia.
Demokrasi yang baik itu, menurut Fadli, adalah bagaimana bisa mengajak masyarakat ikut berpartisipasi. Demokrasi yang mahal akan membuat partisipasi masyarakat semakin sedikit atau kecil. Hanya mereka yang mempunyai uang,punya modal, punya back up dari kekuatan kapital itulah yang bisa bertanding, baik di regional election maupun dalam national election.
“Jadi dalam pemilu presiden dan pilkada hanya orang-orang yang mempunyai kekuatan ekonomi yang bisa ikut maju dan berpeluang untuk menang,” ujar Fadli.(faz/tit/tok)