Minggu, 24 November 2024

Pansus Terorisme DPR Undang BNPT dan Mantan Teroris

Laporan oleh Tito Adam Primadani
Bagikan
Asrul Sani Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Foto : dpr.go.id

Panitia Khusus Revisi Undang-Undang No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Pansus Terorisme) DPR, mengundang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Ali Imran mantan teroris, untuk meminta masukan mereka terkait revisi undang-undang tersebut.

“Kami mendengarkan, menggali aspirasi, masukan dan pandangan masyarakat untuk pembahasan RUU terorisme. Hari ini dengan BNPT dan Ali Imron mantan teroris,” kata Arsul Sani anggota Pansus Terorisme DPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/8/2016).

Arsul mengatakan, Pansus berusaha memosisikan diri berada di tengah terkait usul peningkatan kewenangan polisi.

“Tugasnya Pansus DPR ini, untuk menyeimbangkan antara apa yang dibutuhkan penegak hukum dan juga konsen masyarakat, itu ditengahi,” ujarnya seperti dilansir Antara.

Komjen Pol Suhardi Alius Kepala BNPT mengatakan, institusinya menjalankan program deradikalisasi yang sifatnya persuasif.

Dia mengatakan, keluarga teroris yang menganut paham radikal harus dirangkul kembali dengan berbagai macam cara.

“Karena itu, pada saat yang lalu saya minta Pak Menkopolhukam untuk memfasilitasi semua kementerian-kementerian yang punya peran dalam deradikalisasi. Saya akan optimalkan karena tidak bisa parsial dan harus terintegrasi,” ujarnya.

Namun, Suhardi juga mengatakan, penindakan juga dijalankan seiring dengan upaya deradikalisasi.

“Di samping itu juga peran Kemenkominfo (dalam memblokir situs penyebar paham radikal) yang punya konten propaganda. Sehingga, masyarakat kita tidak terpapar. Ruang-ruang ini yang kita coba rumuskan dan akan disampaikan ke Pansus,” katanya.

Sementara itu, Ali Imran mantan teroris, meminta masyarakat tidak mendiskriminasi mantan teroris seperti dia. Karena menurut cerita rekan-rekannya perlakuan itu bisa menimbulkan lagi kemarahan mereka.

Menurut dia, DPR perlu mendengarkan cerita dari mantan pelaku seperti dia untuk mengetahui tentang jalan pemikiran dan keyakinan mereka.

“Ada cerita diskriminatif, cerita kawan yang keluar, masyarakat yang tidak mengerti, bersikap berlebihan bahwa ini teroris tidak Islami. Kalau dicap seperti itu maka mereka akan marah,” ujarnya. (ant/tit)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
27o
Kurs