Sabtu, 23 November 2024

Kantor HAM PBB Desak Kota di Prancis Cabut Larangan Burkini

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Bikini yang menutup seluruh tubuh dan kepala yang disebut burkini. Foto: Reuters/Antara

Badan PBB untuk hak asasi manusia menyeru daerah pantai Prancis mencabut larangan burkini, dengan menyebut pelarangan itu “tanggapan bodoh”, yang tidak meningkatkan keamanan namun hanya memantik intoleransi beragama.

Pengadilan tertinggi Prancis pada Jumat (26/8/2016) menangguhkan pelarangan, yang diberlakukan salah satu kota pantai, terhadap baju renang menutup seluruh badan dan sering dikenakan perempuan Muslim, dengan alasan melanggar kebebasan asasi.

Zeid Raad Al Hussein Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menyambut keputusan Conseil dEtat terhadap kota Villeneuve-Loubet di laut Tengah, kata Rupert Colville juru bicaranya. Puluhan kota lain memberlakukan larangan serupa.

“Kami menyeru pihak berwenang di semua kota pantai Prancis, yang menerapkan pelarangan serupa, menyimak keputusan Conseil dEtat bahwa pelarangan itu adalah pelanggaran berat kebebasan asasi,” katanya.

“Kami mendesak seluruh otoritas lain yang mengadopsi larangan serupa untuk segera mencabutnya.”

Larangan “sangat diskriminatif” itu harus dicabut sebelum liburan musim panas berakhir, kata Colville.

Larangan itu diberlakukan dengan alasan bahwa burkini melanggar prinsip-prinsip sekularisme Prancis.

Keputusan tersebut dibuat setelah terjadinya pembunuhan massal oleh kelompok militan Islam di Prancis dalam 20 bulan terakhir. Colville mengatakan kantor HAM PBB memahami duka dan kemarahan akibat serangan tersebut.

Namun, ia mengatakan bahwa larangan burkini: “Jelas merupakan reaksi bodoh atas apa yang kita… hadapi, terkait serangan teroris. Ini tidak ada kaitannya dengan meningkatkan keamanan, tidak ada kaitannya dengan meningkatkan ketertiban masyarakat.”

Keputusan semacam itu “memicu intoleransi beragama dan stigmatisasi Muslim di Prancis, terutama perempuan,” katanya.

Larangan itu “bisa merusak upaya melawan dan mencegah ekstremisme dengan kekerasan, yang bergantung pada kerja sama dan saling menghormati antar masyarakat.”

Larangan itu “tidak ada kaitannya dengan kesehatan atau higiene”, seperti yang dikemukakan oleh beberapa pejabat Prancis, kata Colville.

“Dan merupakan kontradiksi untuk berpikir bahwa kita membebaskan orang dari pemaksaan cara berpakaian dengan membuat pemaksaan cara berpakaian lain. Jadi ide bahwa dengan melarang cara berpakaian ini anda telah mempercepat kebebasan perempuan adalah sama sekali tidak masuk akal,” katanya seperti dikutip Antara dari Reuters.(ant/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs