Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang telah menetapkan status siaga darurat kekeringan untuk 21 desa yang tersebar di 6 kecamatan. Diantaranya wilayah Kecamatan Ranuyoso, Klakah, Randuagung, Kedungjajang, Gucialit dan Padang.
Hendro Wahyono Plt Kepala BPBD Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Kamis (1/9/2016) mengatakan, penetapan status siaga darurat kekeringan ini sesuai SK Bupati Lumajang Drs H As`at Malik, Mag sejak sepekan terakhir. Penetapan status itu, disebabkan kondisi ke-21 desa saat ini kesulitan air bersih.
“Bahkan 3 desa benar-benar kering. Diantaranya di Desa Penawungan, Wates Kulon dan Wates Wetan. Di Desa-Desa ini terkategori sangat kering dan tidak ada suplai air yang bisa dimanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari. Kalaupun ada sumber air, jaraknya sangat jauh,” katanya.
Guna mengatasi bencana kekeringan ini, BPBD Kabupaten Lumajang telah mengerahkan 3 armada truk tangki dengan kapasitas masing-masing 5 ribu liter untuk mendistirbusikan air bersih ke desa-desa yang kekeringan.
“Dalam sehari, masing-masing armada truk tangki bisa mengirimkan sampai 6 rit. Sehingga jika dikerahkan 3 armada, bisa menyuplai 15 rit. Artinya dalam sehari kemampuan pendistribusian kebutuhan air bersih ke desa yang kekeringan mencapai 75 ribu liter,” katanya.
Dan penditribusian air ini, juga dilakukan ke titik-titik tandon yang telah dibangun. Sejauh ini telah dibangun 100 tandon air yang bisa menyuplai kebutuhan warga di desa-desa tersebut. “Namun kami terus menambah jumlah tandon tersebut. Tahun ini, kita tambah 5 unit lagi untuk titik yang belum ada dan mengganti yang rusak,” ujarnya.
Bencana kekeringan di Lumajang, masih menurut Hendro Wahyono, merupakan bencana rutin yang terus terjadi setiap tahunnya di saat memasuki musim kemarau. Namun, BPBD Kabupaten Lumajang bersama instansi terkait, diantaranya Dinas ESDM Provinsi Jatim terus berupaya mengurangi jumlah Desa rawan kekeringan yang ada, dengan melakukan eksploitasi air bersih.
Caranya, dengan menggunakan pengeboran, sistem dongki maupun gravitasi. Untuk pengeboran, misalnya, di daerah yang tinggi bisa mencapai 150 meter baru ditemukan air. Dan pengeboran ini juga dilakukan melalui penelitian dan kajian, sebelum dikerjakan.
“Setiap titik, biaya yang dibutuhkan mencapai Rp. 450 juta. Jadi air dibor, setelah ditemukan, kemudian dialirkan ke titik-titik tandon yang ada di desa dengan pipanisasi. Operasional untuk mengalirkan air juga elektrik. Sehingga setelah pengeboran selesai, operasionalnya kita serahkan desa yang bisa dikelola bersama warga secara swadaya,” katanya.
Hendro Wahyono juga mengungkapkan, melalui eksploitasi air bersih yang telah dilakukan, saat ini jumlah desa rawan kekeringan di Lumajang terus berkurang. “Jika tahun lalu terdapat 27 desa yang masih harus disuplai air bersih karena berstatus rawan kekeringan, saat ini tinggal 21 desa. Dan kami terus melanjutkan upaya eksploitasi air bersih ini untuk terus mengurangi desa rawan kekeringan yang ada,” tuturnya.
Saat ini, BPBD Kabupaten Lumajang tengah meneliti kemungkinan untuk merencanakan pengeboran air di dua Desa. Yakni di Desa Kalisemut, Kecamatan Padang dan Desa Wates Kulon, Kecamatan Ranuyoso. Semuanya direncanakan untuk dilakukan pengeboran.
“Selain itu, Dinas ESDM Provinsi Jatim yang merencanakan pembuatan embung tadah hujan. Jadi ketika hujan, embung ini bisa menyimpan air dengan kapasitas lebh banyak dan bisa dimanfaatkan warga,” demikian kata Hendro Wahyono. (her/zha/rst)
Teks Foto :
– Hendro Wahyono Plt Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Lumajang.
– Armada truk tangki BPBD Kabupaten Lumajang mendistribusikan air bersih ke Desa rawan kekeringan.
Foto : Sentral FM.