Senin, 25 November 2024

Dispendukcapil Tak Punya Cara, Bendung Ledakan Urban

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi

Suharto Wardoyo Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya mengakui, tidak ada cara membendung urbanisasi setelah pasal 9 Perda 14/2014 tentang administrasi kependudukan dihapus.

Pasal itu mengatur agar setiap penduduk WNI yang tinggal sementara di daerah selama tiga bulan berturut-turut, wajib memiliki Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS).

Kemudian muncul Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 14 tahun 2015 tentang Pendataan Penduduk Non Permanen, yang menjadikan pasal itu tidak berlaku lagi.

Peraturan ini keluar seiring penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) secara nasional.

Artinya, setelah SKTS dihapus, siapapun warga negara Indonesia yang tinggal di daerah selama tiga bulan berturut-turut, tidak perlu mengurus surat apapun selain menunjukkan KTP elektronik (e-KTP).

Pemerintah daerah, dengan ini sudah tidak bisa menggelar operasi yustisi, yang bertujuan untuk mengontrol penduduk musiman. “Apalagi Tipiring (pengenaan tindak pidana ringan). Sudah tidak boleh, bisa dimarahin nanti,” kata Suharto.

Para penduduk musiman, seperti halnya penduduk lain di Surabaya, tetap bisa terjerat perda lain. Misalnya perda ketertiban umum, bila mereka menyandang masalah kesejahteraan sosial

Tapi ini tidak bisa menjadi alasan memulangkan mereka ke daerah asal. Sementara, Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) di Surabaya juga sudah mulai penuh.

“Ya sudah, tidak bisa lagi pakai Yustisi. Sesuai Permendagri, hanya pendataan saja. Kalau punya e-KTP berarti siapapun berhak tinggal di Surabaya,” katanya.

Agaknya, Pemkot belum memikirkan cara, bagaimana membendung para urban yang datang ke Surabaya, dengan jumlah yang tercatat, rata-rata 80 ribu orang per tahun.(den/rst)

Surabaya
Senin, 25 November 2024
29o
Kurs