Minggu, 19 Januari 2025

Penanganan Kanker Payudara di Indonesia Belum Punya Ini

Laporan oleh Tito Adam Primadani
Bagikan
Ilustrasi. Foto: Hellodoctor.co.id

Bob J Octovianus Dokter Bedah Payudara mengatakan, dari segi jumlah penderita kanker payudara antara Indonesia dengan Jerman tidak jauh berbeda. Hanya saja, jumlah penderita berdasarkan tingkat stadium tinggi jauh lebih banyak di Indonesia.

“Penderita kanker payudara di Jerman lebih banyak stadium rendah karena pemerintah Jerman punya regulasi bagi wanita, agar secara berkala memeriksakan dirinya. Sehingga, bila pada stadium rendah sudah terdeteksi, penanganan menjadi lebih baik. Indonesia belum ada regulasi seperti itu,” ujarnya dalam ICS-RSOS Intersurgical Forum Indonesia-Germany Sharing Experience III di Rumah Sakit Onkologi Surabaya, Minggu (11/9/2016).

Atas alasan ini, Bob bersama rekan dokter lain yang berasal dari Jerman bertemu dan menyamakan standar manajemen penanganan kanker payudara. Negara Jerman, kata Bob, merupakan salah satu leader di eropa dalam hal penanganan kanker payudara. “Agar apa yang dilakukan di Jerman, Indonesia juga melakukan,” katanya

Menyamakan hal tersebut perlu adanya pertemuan dengan dokter ahli bedah, patologi dan radiologi. Ketiga dokter ini, merupakan dokter inti dalam penanganan kanker payudara. Bob mengakui, sebenarnya kualitas dokter antarkedua negara tidak jauh berbeda.

“Kualitas dan keilmuan dokter Indonesia dengan Jerman sama, yang membedakan hanya alatnya,” ujarnya.

Hingga saat ini, data Departemen Kesehatan menunjukkan, kanker payudara merupakan kasus kanker terbesar kedua setelah kanker serviks di Indonesia. Karenanya perlu adanya pencegahan sekunder oleh masing-masing perempuan.

“Kanker tidak bisa dicegah agar tidak terjadi, tetapi ada yang namanya pencegahan sekunder. Jadi dilakukan sedini mungkin dan apabila sudah ditemukan tanda kanker yang terdeksi, maka hasilnya akan lebih baik,” kata

Selain itu, kata Bob, perempuan juga harus datang di saat yang tepat, bukan ketika sudah ada benjolan di payudara. Setidaknya, perempuan datang sesuai jadwal screening walaupun belum ada keluhan pada dirinya.

Deteksi dini dengan cara Periksa Payudara Sendiri (Sadari) bisa dilakukan 7-10 hari setelah menstruasi. Kemudian, secara berkala setiap enam bulan sekali Bob menganjurkan perempuan memeriksakan diri ke dokter.

“Untuk wanita berumur 35 tahun ke atas bisa melakukan satu kali mammografi, sedangkan wanita di atas umur 40 tahun tiap dua tahun sekali melakukan mammografi,” katanya.

Penanganan kanker payudara terdiri dari dua cara, yaitu secara kuratif untuk menghilangkan sel kanker di tubuh dan Paliatif untuk memperbaiki kualitas hidup walaupun masih memiliki kanker di tubuhnya.

“Kesadaran kita juga dituntut untuk memilih terapi yang benar, yaitu terapi medis yang sudah teruji secara ilmiah. Tetapi masyarakat masih banyak yang memilih terapi alternatif,” katanya.(tit/den)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Minggu, 19 Januari 2025
31o
Kurs