Sabtu, 23 November 2024

Mulai Diabetes Sampai Stroke, Penyakit yang Ditimbulkan Dioksin dari Sampah Plastik

Laporan oleh Agung Hari Baskoro
Bagikan
Pemilahan sampah plastik di Desa Bangun, Kabupaten Mojokerto. Foto: Baskoro suarasurabaya.net

Zat berbahaya dioksin yang berasal dari sampah plastik bisa menimbulkan berbagai macam penyakit, mulai dari diabetes hingga stroke.

Berdasarkan hasil penelitian yang digagas IPEN bersama Arnika Association, Nexus3 dan Ecoton, ada dua desa yang terkontaminasi zat berbahaya ini. Desa Bangun, Kabupaten Mojokerto yang sebagian besar warganya bekerja sebagai pengumpul sampah plastik impor dan Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo yang pabrik tahu disana membakar sampah plastik untuk bahan bakar pembuatan tahu.

Suwarno Kepala Dusun Kalitengah, Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto mengaku, tak ada warganya yang menderita sakit akibat sampah. Ia mengaku, kebanyakan warga di desanya malah umumnya menderita diabetes, kolesterol, dan stroke.

“Oh gak. Gak ada. Mulai saya kecil, tahun 73 an saya lahir, gak pernah kok. Gak ada yang sakit. Disini mas, rata-rata sakit diabet, kolesterol. Sakit sesak, apa, gak ada. Kalau gak percaya, dulu dari (dinas, red) kesehatan datang, disuruh cek. Silahkan cek RS. Ada gak yang sesak. Yang ada diabetes, stroke,” kata Suwarno.

Mirisnya, M. Farid Dimyati Lusno Ahli Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair mengatakan, tiga penyakit yang disebutkan Kepala Dusun itu juga bisa disebabkan oleh Dioksin yang masuk ke tubuh manusia.

“Yasudah, tiga-tiganya dari sana (dioksin, red) semua. Satu lagi, dioksin itu dalam tubuh manusia, di depositnya ada dalam lemak. Dia ditutup lemak. Tapi begitu dia kurus, misal dia diet atau kena diabet, dioksin akan lepas. Ini yang akan jauh berbahaya. Penyakit-penyakit kardiovaskular itu, jantung dan pembuluh darah, jadi itu bagian dari itu macam-macam,” jelasnya.

Tak hanya berhenti di penyakit-penyakit itu, pada Ibu hamil dan menyusui, dioksin bahkan bisa ditularkan ke bayi. Penyebarannya melalui plasenta dan ASI.

“Ini kan gak ada yang diteliti mereka ini, kalau ditanya sakit apa gak, paling jawabnya sakit biasa-biasa aja. Tapi kan kita gak tahu, ada yang meninggal mendadak. Kan gak ada autopsi. Mungkin aja jantungnya tersumbat karena dioksin, atau di otaknya ada dioksin, atau kanker tertentu yang membuatnya meninggal,” katanya.

Farid menyadari, penelitian-penelitian semacam ini tentunya akan menimbulkan resistensi dari warga. Sebab, hal ini berhubungan dengan sumber penghasilan mereka. Menurutnya, hanya pemerintah yang bisa menyelesaikan persoalan ini.

“Kalau kita bicara soal penghasilan, tapi di satu sisi, mereka, keluarga mereka, terancam dari sisi kesehatan, ya kalau saya bilang, resiko untuk mereka jauh lebih bahaya. Kalau saya itu. Mendatangkan sampah (dari luar negeri, red) itu gak boleh. Jadi kita gak perlu nunggu. Aturannya ada kok. harusnya distop,” ujarnya.

Ia menegaskan, kunci menyelesaikan persoalan ini ada dua, yaitu menyetop keran sampah plastik impor masuk ke Indonesia dan menyediakan mata pencaharian baru bagi warga yang terdampak.

“Ada peraturan, ada penyuluhan, kalau peraturan sudah melarang, apapun dibawahnya kan ikut. Begitu orang yang impor (importir, red) bisa dijatuhi hukuman, yang mendatangkan, orang-orang yang bekerja disana (yang menggantungkan diri dari sampah plastik impor, red), itu harus dialihkan. Ini jadi tugas pemerintah menciptakan lapagan kerja baru untuk mereka,” pungkasnya. (bas/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs