Sabtu, 23 November 2024

Susu, Ampas Tahu, dan Bebek Bisa Jadi Tercemar Dioksin

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Aksi para aktivis dan peneliti Ecoton di depan Gedung Negara Grahadi, Selasa (19/11/2019). Foto: Denza suarasurabaya.net

Ecoton LSM Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah menyatakan, ada kemungkinan zat dioksin juga mencemari rantai makanan selain telur ayam kampung di dua desa di Jatim.

Ecoton bersama International Pollutants Elimination Network (IPEN) menemukan kandungan tinggi dioksin pada telur ayam kampung di Desa Tropodo, Krian Sidoarjo dan Desa Bangun, Pungging, Mojokerto.

Daru Setyorini Peneliti Ecoton mengatakan, selain telur, ada kemungkinan zat dioksin yang lepas akibat aktivitas pembakaran plastik juga mencemari rantai makanan lain seperti susu dan daging bebek.

“Dioksin ini dia biasanya terikat di lemak. Kalau tanaman mungkin tidak bisa terikat terlalu banyak, tapi pada hewan biasanya di dalam susu,” ujarnya. “Perlu juga diteliti pada daging hewan lain. Bebek, misalnya.”

Daru juga mengatakan, ampas tahu di sekitar lokasi pabrik pembuatan tahu yang memakai sampah plastik impor di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Krian, Sidoarjo juga tercemar dioksin.

“Karena itu cerobong pembakarannya tidak difilter. Debu atau abu sisa pembakaran yang terbang bisa jadi menutupi permukaan air dan tanah di sekitar pabrik,” katanya, Kamis (21/11/2019).

Farid Dimyati Lusno Ahli Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair mengatakan, zat kimia dioksin dari sampah plastik memang sangat mudah terserap tanah.

Menurutnya, dioksin yang masuk ke dalam tanah akan meracuni lingkungan selama bertahun-tahun. Bahkan, tidak perlu aktivitas pembakaran untuk mengekstrak dioksin dari plastik. Cukup paparan sinar matahari.

Ecoton, seperti diakui Daru, memang belum berencana melakukan penelitian lanjutan bersama IPEN untuk beberapa sumber makanan lain di sekitar lingkungan yang tercemar dioksin.

Sebabnya, biaya uji laboratorium kandungan zat berbahaya pada telur ayam kampung di dua desa itu sangat mahal. Daru mengatakan, untuk sebutir telur, biayanya 2.500 dolar AS atau setara Rp37 juta.

“Kemarin kami menguji 12 sample. Dari dua desa itu masing-masing tiga butir telur. Lalu ada enam telur perbandingan dari supermarket. Kami lihat sumber daya dulu (sebelum meneliti lagi, red),” katanya.

Prigi Arisandi Direktur Ecoton beberapa waktu lalu mengatakan, IPEN bersama Ecoton melakukan pengambilan sampel telur ayam kampung di dua desa itu sejak Mei 2019 lalu.

“Saya bawa telur ini dari Desa Tropodo dan Bangun bulan Mei ke Swiss. Uji laboratorium dilakukan di Praha, Cekoslowakia. Biayanya sampai ratusan juta,” katanya.

Adapun hasil penelitian Ecoton bersama IPEN menunjukkan kandungan dioksin di telur ayam kampung itu sangat tinggi. Mencapai 200 piko gram per gram lemak, 70 kali lipat dari ambang batas BPOM: 0,5 piko gram per gram lemak.

“IPEN itu jaringan kesehatan lingkungan global. Anggotanya 550 organisasi di 122 negara. Artinya ini masalah global. Negara-negara maju itu bingung sejak China menutup diri dari perdagangan plastik,” ujar Prigi.

Ecoton berharap, hasil riset ini mendorong pemerintah lebih ketat mengontrol impor sampah plastik, termasuk ke Jawa Timur. Praktik dumping atau jual beli limbah sampah plastik oleh pabrik kertas ini, juga berdampak buruk bagi masyarakat.(den/tin)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs