Pengikut di Padepokan Dimas Kanjeng jamak mendapat cerita dari Taat Pribadi dalam berbagai kesempatan, salah satunya, bagaimana dia mendapatkan ilmu menggandakan uang (istilah pengikut/santri “memproses”), yang disebut ilmu “Kun”.
Hermanto Sekretaris Urusan Program Padepokan Dimas Kanjeng mengatakan, cukup lama Taat Pribadi berguru ke Sumenep kepada seorang Kyai bernama Gung Selamet, cicit salah satu raja Sumenep bernama Bindoro Saod.
“Bindoro Saod ini turunan dari ulama-ulama kharismatik di Batu Ampar, Pamekasan,” ujarnya. Bindoro Saod, demikian halnya Gung Selamet memiliki kemampuan yang sama.
Sejak usia belasan tahun, kata Hermanto, Taat Pribadi memang sering mencari guru. Bahkan, saat masih sekolah, salah satu kenakalan Taat adalah menghabiskan uang SPP sekolah untuk membiayai keperluan ini.
“Sering pergi ke Kyai untuk berguru,” kata Hermanto. Hingga akhirnya berupaya berguru ke Kyai Gung Selamet, tapi sempat tidak dihiraukan selama tiga bulan.
Setelah beberapa tahun mendulang ilmu dari Gung Slamet, Taat mendapat tugas terakhir dari gurunya di Sumenep itu untuk menemui kyai lain bernama Ilyas di Mojokerto.
Hasil berguru selama bertahun-tahun memberikan Taat kemampuan memproses tidak hanya uang rupiah, tapi juga mata uang asing dengan cara yang beragam, salah satunya mengeluarkan uang dari jubahnya.
“Banyak cara, tidak hanya dari jubah itu saja. Terakhir, Yang Mulia itu memproses hanya dengan tepukan tangan ke paha. Atau mengambil barang seperti jam tangan seperti mengambil mangga,” ujarnya.
Tidak hanya uang, tapi juga makanan yang melimpah. Menurut pengikut asal Sumenep, Madura itu, semua pengikut Dimas Kanjeng pernah menikmati makanan seperti bakso, ketan, juga buah-buahan hasil proses Taat Pribadi.
Bahkan, tidak hanya barang kecil seperti jam tangan, Taat Pribadi juga bisa memproses dan memunculkan sebuah sepeda motor.
Di sebuah ruangan, Taat mengumpulkan pengikutnya kemudian menawarkan apa saja yang diminta oleh mereka. Kondisi saat itu hujan, dia menutupkan kain lalu membaca doa dengan berbisik.
“Katanya, ayo mau apa sekarang, motor? Itu coba lihat, ambil saja. Kondisi di luar masih hujan, motor CBR itu masih basah. Susahnya itu mengeluarkan motor itu dari ruangan, harus dipretelin dulu,” katanya.
Meski telah memiliki kemampuan ilmu “Kun”, Taat Pribadi ternyata tidak pintar membaca Al-Quran. Bahkan, menurut Herman, Taat mungkin tidak pernah tahu bagaimana membaca Al-Quran.
Namun para pengikut meyakini, Taat orang terpilih yang mendapat kemampuan khusus itu. Herman membandingkannya dengan Kyai Haji Kholil Bangkalan yang kefasihan bacaan Qurannya tidak langsung sempurna.
KH Munir Kholili, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Probolinggo mengatakan, ada beberapa catatan tentang peribadatan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
“Ada bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan agama. Seperti menyebut, “Allah Robbi” lalu ada “Ana, ana” itu kan menunjukkan dia terlalu menjunjung tinggi bahwa dia orang yang dekat dengan Tuhan,” ujarnya ketika ditemui di rumahnya, di lingkungan Pondok Pesantren Sentong, Kecamatan Krejengan, Probolinggo.
Selain itu, menurut pengakuan beberapa pengikut Taat yang sudah keluar dari padepokan kepada MUI Probolinggo, Taat menekankan ibadah salat tertentu.
“Dia menekankan sembahyang kuburan. Ini menurut laporan pengikutnya. Ada dua orang yang lapor kemarin itu,” katanya.
Tidak hanya itu, kata Munir, MUI masih punya beberapa catatan lain tentang kegiatan peribadatan di Padepokan Dimas Kanjeng berdasarkan AD/ART Padepokan yang disita polisi saat penangkapan Taat Pribadi, Kamis (22/9/2016) lalu.(den/ipg)