Hermanto Sekretaris Urusan Program Padepokan Dimas Kanjeng di bawah Pimpinan Dimas Kanjeng Taat Pribadi membantah keberadaan bunker di rumah Taat Pribadi maupun di lokasi lain di padepokan.
“Tidak ada bunker, yang ada hanya kamar. Rumah yang dikelilingi police line, ada kamar di bagian belakang, kebetulan di situ ada barang bukti. Enggak tahu ke mana sekarang. Saya yakin, di situ tidak hanya uang rupiah saja, tapi mata uang asing juga,” katanya.
Istilah bunker, kata Hermanto yang juga praktisi media di Jakarta, adalah bahasa pesanan, bahasa yang menurutnya kurang humble.
“Sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan. Karena ini kan menghadapi isu besar, itu yang saya pahami. Wallahualam, mudah-mudahan pak Kapolda tidak salah,” katanya.
Hermanto mengatakan, Taat Abadi bisa memproses uang di mana saja. Tidak perlu ada bunker. Dia bisa memproses di luar kota, di seluruh daerah di Indonesia.
Pernah sekali waktu, di depan Sekretariat Padepokan, Taat Pribadi tiba-tiba marah. Setelah amarahnya reda, dia menawarkan proses (uang). “Waah, proses, begitu semua santrinya (pengikutnya, red) lalu dia begini (merapatkan telapak tangan di depan wajah lalu merapalkan doa),” ujarnya.
Taat kemudian meminta santrinya membuka gudang penyimpanan yang ada di bagian belakang padepokan. Gudang itu, kata Hermanto, untuk menaruh pakaian dan barang peralatan kerja.
“Gelap dan sempit. Tiba-tiba di dalamnya ada peti lebarnya 1 kali 1 setengah meter persegi. Diambil sekali, petinya ada lagi, sampai enam belas kali. Isinya uang semua,” katanya.(den/ipg)