Sabtu, 23 November 2024

63 Persen Masyarakat Sulit Mengakses Layanan RS, Satu Dekade doctorSHARE Hadir

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Rumah Sakit Terapung bagian dari layanan oleh doctorSHARE. Foto: Humas doctorSHARE

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, hampir 63 persen masyarakat Indonesia menyatakan, akses layanan kesehatan di Rumah Sakit masuk kategori sulit dan sangat sulit. Angka lain menyebutkan, 60,8 persen masyarakat kesulitan akses layanan kesehatan primer seperti Puskesmas atau Klinik.

Definisi sulit dalam Riskesdas dilihat berdasarkan jenis moda transportasi yang digunakan, waktu tempuh dari dan menuju lokasi akses kesehatan, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk menuju fasilitas kesehatan terdekat.

Data Riskesdas itu dikutip doctorSHARE, organisasi kemanusiaan nirlaba yang fokus pada pelayanan kesehatan dan bantuan kemanusiaan sejak 2009 silam. Organisasi ini mengklaim, sudah satu dekade mereka menyediakan layanan kesehatan untuk wilayah yang dikategorikan Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) di Indonesia.

Selama itu, kata dr. Lie Dharmawan, Pendiri doctorSHARE, organisasinya sudah memberi layanan kesehatan cuma-cuma kepada masyarakat yang terkendala akses rumah sakit karena kondisi ekonomi dan geografis. Beberapa di antaranya melalui program inovatif seperti Rumah Sakit Apung (RSA) dan Dokter Terbang.

“Sudah selayaknya setiap masyarakat di Indonesia mendapatkan layanan kesehatan yang sama. Masyarakat di kota maupun di pedesaaan harus mendapat layanan kesehatan yang layak. Ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja, melainkan tugas kita bersama untuk mewujudkannya,” terang dr. Lie, Sabtu (23/11/2019).

Menurutnya, Indonesia sebagai negara kepulauan perlu punya sistem layanan kesehatan terpadu yang memudahkan masyarakat hingga ke pelosok.

“Pemerintah pusat melalui Dinas Kesehatan di daerah telah berusaha untuk mengurangi masalah kesehatan. Penguatan sisi promotif dan preventif di Puskesmas menjadi hal utama yang diupayakan pemerintah saat ini,” papar drg. Saraswati Direktur Pelayanan Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan.

Saraswati menambahkan, pemerintah melakukan perumusan hingga mengevaluasi kebijakan di bidang pelayanan kesehatan untuk masyarakat di semua wilayah termasuk daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Tenaga kesehatan di daerah dibimbing agar selaras dengan kebijakan pusat.

Indonesia menjadi satu dari 193 negara yang berkomitmen membawa perubahan dunia pada 2030. Komitmen itu tertuang pada Sustainable Development Goals (SDGs) yang mana kesehatan jadi salah satu poinnya. Pada butir ketiga SDGs disebut: membentuk kehidupan yang sehat dan mendukung kesejaheraan bagi seluruh masyarakat.

Egi Abdul Wahid Direktur Program Center for Indonesias Strategic Development Initiatives (CISDI) menyampaikan, sebelumnya ada Millennium Development Goals (MDGs) yang juga memiliki target dalam kesehatan. MGDs masih meninggalkan target yang belum tuntas pada 2015. Saat ditransformasikan menjadi SDGs, terdapat beberapa target tambahan yang komprehensif dan lintas sektoral.

“Kesehatan menjadi input sekaligus output dari pencapaian SDGs, inovasi diperlukan dari para ahli kesehatan masyarakat melalui pendekatan akademik maupun intervensi kesehatan langsung,” kata Egi.

Berdasarkan Perpres No. 59 tahun 2017, kesempatan untuk mengembangkan daerah sesuai dengan SDGs bisa dilakukan melalui koordinasi antara pemerintah daerah, akademisi, pihak swasta, filantropi, masyarakat sipil, dan media.

“SDGs memberi peluang terciptanya pendekatan baru dengan mitra-mitra baru yang dapat membantu pemerintah untuk mengoperasionalisasikan SDGs dengan baik dan efektif,” ujar Egi.

Kondisi ini yang turut menjadi dasar doctorSHARE dalam mengembangkan program layanan kesehatan. “doctorSHARE menempatkan diri sebagai mitra pemerintah dalam upaya pemerataan akses kesehatan. Ini selaras dengan salah satu Nawa Cita pemerintah yaitu membangun Indonesia dari pinggiran,” pungkas dr. Lie, Sabtu (23/11/2019).(tok)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs