Menyadari perkembangan dunia yang makin maju dan canggih khususnya dalam persenjataan, maka dalam pemberantasan terorisme diperlukan keterlibatan TNI. Terutama di daerah pegunungan, perbukitan, laut, udara, Kedubes RI, perbatasan, lautan dan sebagainya, yang tidak ditangani oleh kepolisian. Sehingga dalam RUU Terorisme ini dalam usaha pencegahan, penindakan, dan penanganan melibatkan 17 stackholder, berbagai pihak yang berkentingan.
“Jadi terorisme itu meliputi pencegahan, penindakan, dan penanganan korban. Dengan spirit pemberantasan, penegakan hokum, dan menghormati hak asasi manusia (HAM). Hanya saja yang harus ditegaskan adalah apa itu definisi terorisme? Sebab, terorisme itu bisa by design (rekayasa), separatisme, dan terorisme sendiri,” ujar Muhammad Syafii Ketua Pansus RUU Terorisme DPR RI dalam forum legislasi “RUU Terorisme dan Keterlibatan TNI” di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Menurut Syafii, teroris itu bisa sebagai reaksi terhadap ketidakadilan, kemiskinan, dan penindasan dalam berbagai persoalan masyarakat. Baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
“Bisa juga akibat pemahaman agama yang salah, maka melibatkan berbagai pihak berkepentingan termasuk TNI. Jadi, TNI dan Polri harus sinergi. Seperti dalam menangani teroris di Poso, Sulwesi Tengah,” kata dia.
Juga diperlukan dewan pengawas, agar dalam menjalankan tugasnya sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), termasuk dalam penanganan korban. Sesuai dengan UU No.31/2014 tentang perlindungan saksi dan korban, maka semua menjadi tanggungjawab negara.
“Jadi, UU ini jangan sampai kehilangan momentum dan mampu menjawab berbagai persoalan ke depan,” kata dia.
Akbar Faizal anggota pansus RUU terorisme mengakui jika TNI dangat dibutuhkan dalam pemberantasan terorisme ini, karena TNI memiliki kemampuan dan alat pertahanan yang lebih canggih dibanding kepolisian. Baik di wilayah laut, darat, dan udara, dan di dalam maupun di luar negeri.
“Jadi, TNI sangat siap dalam pemberantasan terorisme. Kita hanya lemah dalam hal koordinasi,” ujar Akbar.
Sementara Nasir Djamil anggota pansus lainnya menjelaskan, BNPT sebagai coordinator memiliki tugas dan fungsi untuk mengkoordinasikan TNI dan Polri. Karena selama ini BNPT belum optimal. Apalagi Densus 88 selama ini dilatih oleh Kopassus, maka guru dan muridnya mesti dilibatkan. Hanya saja dia meminta kita jangan meniru Amerika Serikat (George Bush), yang jika ada tanda-tanda langsung disikat.
“Pada prinsipnya negara harus melindungi warganya dari ancaman terorisme, tapi harus menghindari dekte dunia internasional. Negara juga harus menjamin keadilanm kenyamanan, kesejahteraan dan kemakmuran kolektif, serta tidak menjadikan Islam atau umat Islam saja sebagai subyek terorisme,” ujar dia.(faz/iss/ipg)