Sabtu, 23 November 2024

Isu Media Massa Terima Suap Lippo, Ini Tanggapan KPK dan AJI

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi

Sejumlah media massa nasional dikabarkan menerima suap dari Grup Lippo. Hal itu mengemuka dalam persidangan kasus suap dengan terdakwa Edy Nasution Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/10/2016).

Stefanus Slamet Wibowo, yang dalam sidang itu bersaksi untuk terdakwa Edy Nasution, mengatakan uang dari Lippo akan diberikan kepada tim yang ia sebut “pawang”, yang nantinya akan mendistribuskannya ke media.

Media massa yang disebut antara lain, Bisnis Indonesia, Kontan, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Republika, Jakarta Post, Koran Tempo, Majalah Tempo, Majalah Gatra, Majalah Sindo, Majalah Review, Majalah Forum, Rakyat Merdeka, Neraca, Koran Jakarta dan Indopos, dengan nominal bervariasi dari Rp75 juta hingga Rp450 juta.

Menurut Slamet, setidaknya sudah Rp600 juta yang diberikan Lippo kepadanya. Namun, ia mengakui tidak semua uang itu diberikan kepada “pawang” karena sebagian ia ambil sebagai fee management.

Sehari setelah kesaksian sidang itu, Slamet memberikan pernyataan membantah menyuap media. Sejumlah media yang namanya disebut juga membantah pernyataan Slamet.

Atas persoalan ini, Laode Muhammad Syarif Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak banyak berkomentar.

“Itu kan fakta persidangan, jadi saya yakin media yang lebih tahu soal itu. Yang jelas saya kurang tahu persoalan itu,” tegasnya di Jakarta, Jumat (21/10/2016).

Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), organisasi jurnalis yang beranggotakan 2.000 jurnalis yang tersebar di 36 kota di seluruh Indonesia, menyatakan sikap atas isu suap media massa.

“Kami Meminta jurnalis dan media yang disebut dalam sidang itu melakukan klarifikasi sungguh-sungguh terhadap Stefanus Slamet Wibowo. Meski Slamet mengatakan itu hanya proposal, namun dia juga mengaku sudah menerima uang ratusan juta yang sudah dipakai,” kata Suwarjoni Ketua Umum AJI Indonesia melalui rilis yang diterima redaksi, Kamis (20/10/2016)

Jika informasi yang disampaikan di depan sidang itu tak sesuai fakta, itu artinya Slamet memberikan keterangan bohong di depan pengadilan dan itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana. Jika informasi itu memang benar, media perlu melakukan langkah lebih lanjut. Misalnya, dengan melakukan pemeriksaan internal untuk menguji tudingan tersebut dan memprosesnya jika melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Kemudian, AJI meminta jurnalis dan media selalu mematuhi Kode Etik Jurnalistik. Selain terkait pasal 6 tentang larangan menerima suap, media juga sepatutnya menjaga independensinya seperti diamanatkan dalam Pasal 1 KEJ.

“Sebab, ada juga jurnalis yang menduduki jabatan struktural di redaksi yang diketahui juga menduduki posisi di perusahaan milik negara. Praktik rangkap jabatan seperti itu jelas tak sesuai dengan semangat KEJ yang mensyaratkan jurnalis harus bersikap independen,” imbuhnya.

Lalu, AJI meminta Dewan Pers untuk lebih aktif menjaga kepatuhan jurnalis dan media dalam menerapkan Kode Etik Jurnalistik. Kepatuhan itu adalah bagian dari upaya untuk menjaga kebebasan dan kemerdekaan pers yang itu merupakan amanat Undang Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Kewajiban Dewan Pers untuk menjaga kebebasan pers adalah juga dimandatkan oleh Undang Undang Pers.

Terakhir, secara internal AJI juga akan melakukan pemeriksaan untuk melihat kemungkinan ada anggotanya yang diindikasikan terlibat dalam praktik ini.

“Kami berharap organisasi jurnalis lainnya melakukan langkah yang sama demi menjaga nama baik dan kehormatan profesi ini,” tandasnya. (rid/dwi/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
34o
Kurs