Jumat, 22 November 2024

Asosiasi Rokok Elektrik Jatim Merespons Wacana Pelarangan dengan Sosialisasi

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
dr Arifandi Sanjaya seorang dokter umum pengguna vape menjelaskan hasil foto toraks pengguna vape dalam Vape Movement Jatim di Surabaya, Minggu (24/11/2019). Foto: Denza

Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Jatim bikin gerakan (movement) merespons wacana pelarangan rokok elektrik atau vape oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Gerakan berbentuk sosialisasi seluk beluk vape ini berlangsung di salah satu restoran di Surabaya, Minggu (24/11/2019).

Selain mengundang sejumlah narasumber untuk menjelaskan seluk beluk vape dan industri vape di Indonesia, sejumlah vapers dari berbagai daerah di Jawa Timur memamerkan foto toraks hasil rontgent secara mandiri untuk menunjukkan bahwa menggunakan vape daripada rokok konvensional jauh lebih baik.

“Kami ingin menyampaikan vape itu seperti apa. Tujuan utamanya seperti itu. Terutama untuk menyikapi kabar simpang siur tentang vape yang terjadi sekitar dua bulan lalu di Amerika. Kami sebagai pelaku industri dan pengguna juga punya hak untuk menjelaskan bahwa vape itu seperti apa,” kata Agung Subroto Humas APVI Jatim.

Selama ini, kata Agung, yang menjadi pertanyaan masyarakat apakah vape itu berbahaya atau tidak? Gerakan sosialisasi ini untuk menjawab pertanyaan publik itu disertai dengan bukti-bukti foto toraks dan pengakuan dari vapers yang sudah menggunakan vape selama bertahun-tahun dan baik-baik saja.

Sekitar dua bulan lalu, sejumlah media di Amerika mengabarkan, sejumlah warga di negeri Paman Sam itu meninggal diduga karena menggunakan vape. Kabar ini menjadi sorotan publik di berbagai negara, termasuk Indonesia, di mana pengguna vape di dalam negeri juga cukup banyak.

Dalam diskusi yang digelar di acara bertajuk Vape Movement Jatim itu, dr Arifandi Sanjaya seorang dokter umum pengguna vape menjelaskan berbagai bukti bahwa meninggalnya pengguna vape di Amerika, dua bulan lalu, terbukti karena penggunaan cairan vape mengandung tetrahydrocannabinol (THC/kandungan dalam ganja) ilegal.

Selain itu, Centers for Disease Control and Prevention (CDC/Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit), Badan Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat telah mengeluarkan hasil penelitiannya tentang produk vape ilegal yang ternyata juga mengandung vitamin E asetat yang diduga menyebabkan cedera paru-paru.

Menurut dr Arifandi, sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa dampak vape lebih tidak berbahaya daripada rokok konvensional. Salah satu yang sudah melakukan dan memaparkan hasil penelitiannya mengenai dampak penggunaan vape dibandingkan dengan rokok konvensional ini adalah Universitas Padjajaran.

“Jujur, vape ini memang adiktif (bikin kecanduan). Tetapi sejumlah penelitian menunjukkan, vape ini tidak lebih adiktif dari pada rokok (konvensional),” kata dr Arifandi Sanjaya kepada para vapers peserta Vape Movement Jatim. Menurutnya, kecanduan atau tidak kecanduannya seseorang juga ditentukan oleh kebiasaan (habbit).

Dia mencontohkan, seorang perokok biasanya harus merokok pada saat tertentu. Di antaranya saat menganggur, tidak ada pekerjaan tertentu, setelah selesai makan, atau (maaf) saat atau setelah buang air besar. Selain itu, kecenderungan ingin merokok bagi perokok aktif muncul bila bertemu dengan teman-temannya yang juga perokok.

“Saya ingin bilang, habbit yang bikin orang susah berhenti merokok, bukan nikotin. Nah, sebagian besar motivasi orang memakai vape ini untuk berhenti merokok. Maka tadi kepada para vapers saya juga tekankan, emangnya lu mau sampai kapan ngevape terus? 20 tahun? 30 tahun? Vapers juga harus tujuan terakhir pakai vape,” ujarnya.

Apa dan bagaimanapun pro dan kontra yang muncul mengenai bahaya vape ini, APVI Jatim dalam gerakan ini juga meminta pemerintah dalam mengambil sebuah kebijakan tidak didasarkan pada ketakutan dan kecurigaan tanpa adanya pembuktian. APVI pun mengapresiasi pernyataan dr Terawan Menteri Kesehatan tentang vape.

“Kami mendukung pemerintah untuk melakukan pembuktian-pembuktian secara ilmiah. Kami siap duduk bersama dengan pemerintah dalam mengambil kebijakan terbaik dalam membuat regulasi tentang rokok elektrik ini,” kata Eko Prio Ketua Bidang Produksi APVI Pusat dalam kesempatan yang sama.

APVI Pusat sudah mengirimkan surat permohonan itu, yakni agar pemerintah membuka kesempatan dialog dengan para produsen dan pengguna vape di Indonesia yang tergabung dalam sejumlah asosiasi. “Kalau memang dibutuhkan sebuah studi atau kajian lebih dalam, kami dari produsen dan pengguna sangat siap mengawal studi ini,” kata Eko.

APVI menekankan, sejak diresmikannya vape lewat aturan fiskal dengan mengenakan tarif cukai sebesar 57 persen, secara tak langsung industri vape turut berkontribusi untuk memiliki membangun negeri. Industri ini juga memiliki potensi pertumbuhan besar.

“Laporan Bea dan Cukai, industri vape sudah menyumbang sebesar Rp700 Miliar sejak awal cukai berlaku,” kata Eko. Tidak hanya itu, peluang devisa negara lewat ekspor juga terus bertambah, mengingat uniknya cita rasa cairan (liquid) vape yang dihasilkan produsen dalam negeri bagi para penikmat vape mancanegara.(den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs