Eni Maulani Saragih, Anggota Komisi VII mengapresiasi kebijakan BBM Satu Harga di seluruh Indonesia yang telah diresmikan Joko Widodo Presiden di Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua, Selasa (18/10/2016) lalu.
Pada kesempatan itu, Jokowi memerintahkan bawahannya bahwa harga premium dan solar di Jawa Rp6.450/liter dan Rp5.150/liter, sehingga warga Papua hingga di pelosok-pelosok juga harus bisa membeli dengan harga yang sama.
Menurutnya, kebijakan itu sangat baik untuk mengangkat unsur keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Apalagi Presiden Jokowi telah menetapkan 122 kabupaten sebagai daerah tertinggal 2015-2019. Dan mayoritas wilayah di Papua yang dilansir tertinggal dari daerah lainnya di Indonesia.
“Kami mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi yang telah mengeluarkan kebijakan yang luar biasa itu, dan kami sangat mendukungnya,” kata Eni di Gedung DPR RI, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (25/10/2016).
Yang menjadi pertanyaan politisi Partai Golkar ini adalah, apakah kebijakan itu bisa bertahan hingga 2-10 tahun ke depannya. Apalagi selama ini PT Pertamina kerap mendapatkan kerugian besar sebagai dalih untuk menaikan harga BBM beberapa tahun terakhir ini.
“Kami mendukung semua (kebijakan itu), dan kita lihat saja ujian setahun kebijakan itu. Apakah bisa berjalan lancar? Kita tunggu saja. Karena yang menjadi persoalan, apa ini bisa bertahan hingga 2-10 dan seterusnya. Apalagi kan kita sering dengar Pertamina mengaku rugi sehingga harga BBM dinaikan. Ini yang harus diantisipasi oleh pemerintah, jangan sampai tidak sehat bagi bisnis Pertamina itu sendiri. Kita tak ingin ini terjadi, kemudian harga BBM di Papua mahal lagi,” jelas Eni yang juga bekas Bendahara Umum DPP KNPI ini.
Karena itu, Eni meminta Pemerintah dalam hal ini Pertamina berusaha untuk terus menyamakan harga BBM di Papua dengan di Jawa. Jangan sampai kebijakan Presiden Jokowi itu dianulir lagi beberapa bulan ke depan sehingga ada kesan kebijakan pemerintah itu hanya sebatas pencitraan belaka.
“Makanya kita meminta pada Pemerintah atau Pertamina mencari strategi jitu agar benar-benar kebijakan ini terus berjalan, dan jangan dianulir lagi. Karena bisa saja dianulir karena alasan bisnis di Pertamina tidak mengalami pertumbuhan,” pungkas Eni.
Sekadar diketahui, selama ini harga BBM di daerah pegunungan Papua sangat mahal sekitar Rp 60.000-100.000/liter. Hal tersebut membuat pertumbuhan ekonomi Papua dan sekitarnya lambat bergerak menuju berkemajuan seperti yang diinginkan Presiden Jokowi sebagaimana termuat dalam Nawa Cita.
Dari keputusan Jokowi itu dinilai bukan hanya menguntungkan masyarakat Papua. Juga PT PLN (Persero) juga ikut diuntungkan karena biaya angkut solar untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) juga bisa jadi lebih murah dari harga sebelumnya.(iss)