Kejaksaan Agung akan menjerat kembali Dahlan Iskan mantan Menteri BUMN dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 16 mobil listrik untuk Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2013 di Bali.
Sebelumnya Dahlan ditetapkan sebagai tersangka penjualan aset PT Panca Wira Usaha oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Dia sempat ditahan namun penahanannya ditangguhkan.
“Kasus mobil listrik itu adalah kasus lama yang menjadi salah satu prioritas penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus,” kata HM Prasetyo Jaksa Agung di Jakarta, Jumat (4/11/2016).
Alasan Kejaksaan Agung membuka lagi kasus ini adalah demi menuntaskan perkara di mana kejaksaan sudah menetapkan Dasep Ahmadi, pemilik PT Sarimas Ahmadi Pratama, sebagai tersangka.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sudah memvonis Dasep dengan kurungan 7 tahun dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Hakim juga memerintahkan Dasep membayar uang pengganti Rp17,18 miliar atau diganti hukuman penjara 2 tahun.
Victor Antonius Ketua Penyidik Kasus Mobil Listrik mengaku ingin mengetahui orang yang bertanggung jawab dalam pengadaaan mobil yang merugikan keuangan negara Rp32 miliar itu.
Sekitar awal Januari 2013 Dahlan memerintahkan Agus Suhermawan Kabid Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN dan Fadjar Judisiawan Deputi Restrukturisasi Kementerian BUMN untuk melakukan penjajakan untuk partisipasi PT BRI dan PT Perusahaan Gas Negara dalam kegiatan pengembangan mobil listrik bagi KTT APEC 2013.
Pada Februari 2013, Agus Suhermawan yang menjadi Kabil Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)/Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Kementerian BUMN mengundang rapat PT BRI dan PT PGN sebagai penyedia dana.
Mobil listrik itu iketahui bukan hasil buatan terdakwa tapi hasil modifikasi badan bus yang dibeli dari karoseri PT Aska Bogor dan PT Delima motor untuk chasis (rangka yang berfungsi sebagai penopang berat dan beban kendaraan, mesin serta penumpang) membeli merek Hino sedangkan untuk mobil eksekutif listrik, terdakwa membeli mobil Toyota Alphard tahun 2005 (harga sekitar Rp300 juta) kemudian dimodifikasi oleh PT Rekayasa mesin Utama (Bogor) dan transmisi dimodifikasi oleh Dasep sendiri di Pasar Minggu.
Dasep tidak memiliki sertifikat keahlian dalam pembuatan mobil listrik, belum punya hak cipta serta belum pernah membuat mboil listrik model “executive car” padahal dalam ksepakatan antara PT Sarimas Ahmadi Pratama menyanggupi seluruh dari 16 unit mobil yang dibuat terdakwa harus dapat digunakan untuk transportasi APEC 2013.
Berdasarkan hasil inspeksi tim Institut Teknologi 10 November dengan ketua Dr Muhammad Nur Yuniarto, diketahui empat mobil listrik memiliki komponen utama yang lengkap dan terpasang, tujuh bus listrik memiliki komponen utama yang lengkap tapi BMS belum terpasang dan dapat dijalankan, 6 unit bus tidak lengkap komponen utama sehingga tidak dapat dijalankan, enam bus listrik tidak memiliki komponen utama yang lengkap, dan dua bus listrik hanya memiliki satu motor listrik.
Terhadap kualitas bodi dan chasis pada mobil dan bus listrik diketahui semua unit mobil menggunakan “platform Toyota Alphard” tahun 2003 dengan body repair dan dimodifikasi.
Chasis bus listrik menggunakan chasis truk Hino baru dengan pengerjaan bodi yang sudah ada dan berkarat sehingga menunjukkan bodi hasil reparasi dan mobil pun tidak dapat dioperasikan sebagaimana kendaraan umum lainnya.
Akibatnya, berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perbuatan terdakwa dan Dahlan Iskan membuat negara rugi sebesar Rp28,99 miliar yang berasal dari realisasi pembayaran PT PGN Rp9,034 miliar, realisasi pembayaran PT BRI Rp8,083 miliar, dan realissi PT Pratama Mitra Sejati yang merupakan cucu perusahaan PT Pertamina Rp11,875 miliar.(ant/iss/ipg)