Sabtu, 23 November 2024

Presiden Instruksikan Kapolri Gelar Perkara Kasus Ahok Secara Transparan

Laporan oleh Jose Asmanu
Bagikan
Ilustrasi. Jenderal Tito Karnavian Kapolri.

Joko Widodo Presiden RI mengintruksikan Kapolri agar penanganan kasus dugaan penistaan dan penghinaan agama dilakukan secara terbuka dan transparan.

Hal tersebut diakui Jenderal Tito Karnavian Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), setelah dirinya bertemu Joko Widodo, Sabtu (5/11/2016) di Istana Negara.

“Sesuai perintah langsung dari Presiden, ini harus dilakukan secara live, transparansi atau terbuka. Ini perintah eksepsional dari Presiden untuk membuka transparansi,” kata Jenderal Tito Karnavian Kapolri, Sabtu (5/11/2016).

Menurut dia, dalam gelar perkara pidana yang dilakukan penyidik biasanya dilakukan secara tertutup. Namun, dalam kasus penistaan agama dilakukan Ahok mendapatkan pengecualian atas perintah langsung dari Joko Widodo Presiden.

Untuk itu langkah yang dilakukan Bareskrim adalah dengan mengundang Kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, pelapor, saksi ahli yang diajukan pelapor dan MUI, dan saksi ahli dari kalangan akedimis dan lembaga ahli bahasa yang kredibel dan netral saat gelar perkara dilakukan.

Kalau terlapor Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ingin hadir dipersilahkan. Tapi, jika berhalangan hadir, bisa diwakilkan oleh penasehat hukumnya. “Gelar perkara itu dilakukan secara terbuka itu untuk mengetahui apakah terlapor itu yakni Basuki Tjahaja Purnama telah melakukan pidana atau tidak,” ujar dia.

Dalam gelar perkara yang nantinya dilakukan secara terbuka, Jenderal bintang empat tersebut berharap, masyarakat berpikir jernih dalam penyelesaian kasus ini dan saling mengetahui. Terutama mengenai isi pekara dari terlapor dan pelapor yang ditangani penyidik.

“Kalau ditemukan tindak pidana, maka ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan dan akan ditentukan tersangkanya,” ujarnya.

Dalam kasus ini, terlapor diproses sesuai dengan aturan kriminal justice sistem yang melibatkan Polri, Kejaksaan dan Hakim. Namun, jika dalam perkara secara terbuka itu tidak ditemukan unsur pidana penistaan agama, maka kasusnya akan dihentikan.

“Polisi atau penyidik bertindak berdasarkan LP (laporan polisi, red). Laporan Polisi ini ada 11, mulai dari tanggal 6 hingga 21 Oktober. Begitu terjadi peristiwa itu, laporan itu dilakukan dengan penyelidikan. Untuk mengetahui apakah ada unsur pidana. Untuk itu melakukan pemeriksaan 21 orang saksi,” ujarnya.

Sementara itu, sebelumnya Joko Widodo Presiden meminta kasus penistaan agama dilakukan secara terbuka, cepat dengan batas waktu dua minggu. (jos/bry)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs