Sabtu, 23 November 2024

Identifikasi Benda Cagar Budaya dengan Radiasi Nuklir

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Johan Yan, Prof. Drs Samin Prihatin, dan Prof. Dr Haryono Hadiningrat saat launching buku "Maha Nandi dalam Perspektif Arkeometalurgi dan Teknologi Nuklir," di Tugu Pahlawan, Kamis (10/11/2016). Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Setelah lima tahun melakukan penelitian, tiga orang ini akhirnya meyakini bahwa temuannya bisa diterapkan sebagai metode sederhana untuk mengidentifikasi benda cagar budaya dengan pemanfaatan radiasi nuklir.

Johan Yan, Prof. Drs Samin Prihatin, dan Prof. Dr Haryono Hadiningrat menuangkan hasil penelitian itu dalam sebuah buku berjudul “Maha Nandi dalam Perspektif Arkeometalurgi dan Teknologi Nuklir.”

“Ini adalah penemuan pertama kalinya di dunia dengan memanfaatkan teknologi nuklir. Dengan metode ini, identifikasi kandungan Arkeometalurgi atau metal purba dari sebuah benda cagar budaya bisa dilakukan dalam waktu singkat,” ujar Johan Yan di Tugu Pahlawan, Kamis (10/11/2016).

Metode konvensional, kata Yan, yakni dengan pemanfaatan bahan kimia C14 atau dengan metode sampling, akan membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.

Johan Yan mengklaim dengan metode Arkeometalurgi memanfaatkan radiasi nuklir ini, identifikasi benda sejarah hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 10 menit.

Caranya dengan menyorotkan sejumlah neutron ke benda cagar budaya dengan alat Spektrometer Sinar X yang saat ini hanya tersedia di kamar reaktor nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).

“Semua data komposisi benda cagar budaya, terutama yang berbahan metal, dapat teridentifikasi, termasuk periodisasinya,” ujarnya.

Metode ini dapat menjadi bentuk antisipasi pencurian benda cagar budaya yang biasanya bermodus menggantinya dengan yang palsu. Termasuk untuk mencegah penipuan atau penjualan benda cagar budaya palsu.

“Kami membayangkan, bagaimana dengan metode ini semua benda cagar budaya di Indonesia akan terkumpul dalam sebuah database. Sehingga bisa dimanfaatkan oleh masing-masing museum,” katanya.

Sementara, Prof. Drs. Samin Prihatin dari BATAN yang turut meneliti metode ini mengatakan, alat Spektrometer Sinar X ini memang hanya ada di BATAN.

Namun, tidak menutup kemungkinan daerah-daerah di Indonesia maupun instansi bisa menerapkan metode ini untuk mengidentifikasi benda cagar budaya yang dikelola memiliki alat tersebut.

Harga satuan alat Spektrometer Sinar X tersebut, kaya Samin, sekitar Rp500 juta per unit. “Nanti soal teknisnya bisa saya training. Alat yang kami miliki saat ini dari Canberra, Australia,” ujarnya.

Spekrometer Sinar X, kata Samin, juga memungkinkan untuk mengidentifikasi benda cagar budaya berbahan selain metal. Hanya saja, alat yang dimiliki BATAN memang hanya untuk logam.

“Tapi nanti bisa tinggal ditingkatkan komposisinya lalu diukur dengan X-Ray yang lebih canggih. Cuma untuk sampai ke pengukuran florida, halogen dan silikon, tipenya lain. Harganya sampai Rp5 miliar,” ujarnya.

Pemanfaatan radiasi nuklir ini, kata Samin, sebelumnya hanya untuk uji lingkungan. Seperti misalnya menguji limbah padat, limbah cair dan lain sebagainya. Sementara, pengujian metode ini memang baru dilakukan pada arca Maha Nandi yang merupakan koleksi pribadi Johan Yan, selama lima tahun.(den/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs