Yuli Arista buruh migran Indonesia sekaligus jurnalis warga yang dideportasi dari Hong Kong memberikan klarifikasi pada beberapa pemberitaan yang dianggapnya tak sesuai. Ia mengklaim, banyak pernyataan yang dikeluarkan pemerintah di media soal kasusnya banyak yang tidak benar.
“Saya kaget ketika membaca banyak media, yang katanya, entah itu pernyataan dari pihak KJRI Hong Kong, Kemenlu, siapa itu, dan menyebutkan saya sudah dinyatakan dihukum penjara 1 tahun. Jadi kalau dideportasi wajar. Itu gak ada seperti itu. Pernyataan di persidangan sudah clear (jelas) pada tanggal 4 November (2019, red) dinyatakan saya hanya diikat dalam satu tahun, tidak boleh melakukan pelanggaran hukum. Jika masih melakukan pelanggaran hukum, akan didenda. Hanya seperti itu putusan persidangan. Tidak ada yang menyatakan saya memiliki kasus pidana. Saya dinyatakan tidak memiliki catatan kriminal,” ujar Yuli didampingi kuasa hukumnya di Kantor LBH Surabaya pada Jumat (6/12/2019).
Ia menegaskan, selama ia dipenjara 28 hari sebelum dideportasi, ia tak bisa mengakses berita sekalipun. Setelah bebas, ia baru bisa membaca pemberitaan di media massa. Ia menyesalkan pemberitaan yang menyebut dirinya dipenjara karena berusaha keluar dari Hong Kong.
“Ketika saya masih ditahan ada yang memberitakan, saya ditangkap karena berusaha keluar dari Hongkong. Itu dari salah stau staf kepolisian KJRI Hongkomg. Saya tidak pernah pergi ke bandara,” katanya.
“Ada lagi. Pihak pemerintah yang bilang sudah mencoba mendampingi dan mematikan hak-hak saya dipenuhi. Didampingi gimana, ketemu saja gak. Ada juga ‘akibat menolak bantuan pemerintah, beginilah nasibnya’ (Judul pemberitaan, red). Bantuannya di mana?” lanjutnya.
Yovinus Guntur Koordinator Divisi Advokasi AJI Surabaya sekaligus tim pendamping Yuli mengatakan, ada beberapa catatan AJI terkait pemberitaan media soal kasus Yuli.
“Ada beberapa hal yang menjadi catatan bagi kami. Ruang untuk mbak Yuli di media sangat minim. Yang banyak pemberitaan dari sisi kementerian, dari sisi instansi, dan pemerintahan,” tegasnya.
Selain itu, akurasi data dan tendensi berita juga menjadi catatan AJI Surabaya. Ia mengatakan, beberapa media melakukan kesalahan fatal terkait data dalam pemberitaan soal Yuli.
“Kedua, adanya kesalahan kecil tapi fatal, mbak Yuli asalnya Jember tapi disebut dari daerah lain. Kemudian tentang adanya beberapa judul yang sangat tendensius sekali, misal ‘Diduga Dukung Demonstran Hong Kong, TKI dideportasi'” pungkasnya. (bas/tin/ipg)