Sabtu, 23 November 2024

Tim Suara Surabaya Media Melepas Tukik Bersama BSTF di Pantai Boom

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Tim Suara Surabaya Media melakukan kunjungan profesional ke Kabupaten Banyuwangi. Selasa pagi (22/11/2016), diawali dengan melepas tukik di Pantai Boom bersama BSTF. Foto: Abidin suarasurabaya.net

Tim Suara Surabaya Media melakukan kunjungan profesional ke Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan pada Selasa pagi (22/11/2016), diawali dengan melepas tukik (anak penyu) di Pantai Boom bersama Banyuwangi Sea Turtle Foundation (BSTF).

Wiyanto Haditantojo Pembina BSTF mengawali pelepasan tukik ini dengan menjelaskan bagaimana penangkaran telor penyu di Banyuwangi.
Di pantai Boom ini, merupakan tempat habitat 4 jenis penyu, yakni Blimbing, Hijau, Lekang, dan Sisik. Dari empat jenis itu, penyu Lekang merupakan yang dominan.

“Di dunia ada 7 jenis penyu, 6 berada di Indonesia dan 4 jenis bisa ditemukan di Banyuwangi,” ujarnya.

Wiyanto mengatakan, tahun ini BSTF telah melepas 4.000 tukik. Penetasan dilakukan di tempat khusus yang dibantu PT. Pelindo III di sekitar Pantai Boom.

“Saat ini tukik-tukik ini dilepas, maka akan kembali lagi 20 tahun sampai 50 tahun kemudian dan bertelor lagi di darat,” katanya.

Proses penetasan telur penyu sekitar 54 hari. Setelah dilepas ke habitat maka 20 tahun lagi berusia dewasa dan baru bertelor. Musim bertelor biasanya antara bulan Maret sampai Juli. Sekali bertelor bisa 100-an jumlahnya.

Sementara, Purwanto Kepala Seksi Konservasi BKSDA Wilayah V Banyuwangi mengatakan, penyu yang dilepas pagi ini merupakan jenis penyu Abu-abu atau penyu Lekang. Bedanya dengan di tempat lain, penyu di Banyuwangi ini tidak takut bertelor di antara manusia.

“Sifat dasar penyu sebenarnya sensitif pada cahaya dan keramaian. Tapi, penyu Lekang di Pantai Boom ini tidak takut cahaya. Bahkan, ada orang nongkrong di Pantai, kalau mau bertelur ya ya bertelur aja,” ujarnya.

Tujuan dari konservasi penyu ini karena banyak telur penyu yang dikonsumsi masyarakat. Maka dari itu BSTF bekerjasama dengan pemerintah untuk menyelamatkan satwa liar yang dilindungi Undang-undang ini.

Dia mengatakan, telur penyu memang sulit berkembang biak secara baik. Dari seratus telur yang menetas dan dilepas ke habitatnya, paling sekitar 2 yang bisa hidup hingga dewasa.

“Penyebabnya, banyak predator dan jaring. Karena penyu itu tidak bisa jalan mundur, begitu kena jaring kepalanya masuk dan tidak bisa bergerak mati,” katanya.

Menurut Purwanto, sejak 2011 gerakan ini kemudian mendapat banyak sambutan positif. Saat ini sudah banyak relawan ambil bagian untuk penyelamatan penyu. Para nelayan juga semakin sadar dan ikut ambil bagian. (bid/ipg)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs