KPK menggeledah empat lokasi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan dan pemberian hadiah atau janji, kepada pegawai negeri maupun penyelenggara negara pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Semalam tim telah menggeledah di empat lokasi yaitu kantor DJP, rumah tersangka RRN (Rajesh Rajamohanan Nain), rumah tersangka HS (Handan Soekarno) dan kantor PT EK Prima Ekspor Indonesia di Jakarta. Penggeledahan baru selesai dini hari tadi,” kata Priharsa Nugraha Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK di Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Dilansir dari Antara, Priharsa juga mengatakan, petugas KPK menyita sejumlah dokumen dan data elektronik.
KPK menetapkan Rajesh Rajamohanan Nain Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) sebagai pemberi suap dan Handang Soekarno Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum di Direktorat Jenderal Pajak sebagai penerima suap terkait pengurusan surat tagihan pajak PT EKP.
Dalam laman perusahaan PT EKP, perusahaan itu adalah perusahaan manufaktur, pengekspor, pengimpor dan distributor untuk produk garmen, tekstil, komoditas, mineral, logam dan barang-barang lainnya.
Rajesh dan Handang ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11/2016) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences Kemayoran saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh ke Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar.
Uang itu adalah bagian komitmen Rp6 miliar kepada Handan agar mengurus surat tagihan pajak sebesar Rp78 miliar PT EKP.
KPK menyangkakan Rajesh melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sementara Handang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar. (ant/tit/tok)