Kecelakaan pada moda udara paling banyak terjadi dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Jumlah kecelakaan penerbangan tahun ini merupakan yang terbanyak dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sejak 2010, data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Soerjanto Tjahjono Ketua KNKT dalam konferensi pers “Media Rilis Akhir Tahun 2016” di Jakarta, Rabu (30/11/2016) mengatakan hingga saat ini sudah tercatat 41 kecelakaan yang diinvestigasi dibanding dengan 2015 yaitu 28 kecelakaan.
“Untuk hasil investigasi 2016 ini terjadi peningkatan jumlah kecelakaan moda udara sudah 41 kecelakaan,” katanya seperti dilansir Antara.
Dari 41 kecelakaan tersebut, 15 di antaranya adalah kecelakaan disertai dengan kerugian (accident) dan 26 lainnya yaitu kecelakaan tidak menimbulkan kerugian, namun merupakan kejadian yang sangat serius (serious incident).
Akibat dari kecelakaan tersebut, lima di antaranya korban meninggal dan 57 luka-luka.
Soerjanto mengatakan pihaknya juga telah menerbitkan 12 rekomendasi sebagai tindak lanjut dari investigasi kecelakaan penerbangan tersebut.
Berdasarkan lokasi kejadian, dia menyebutkan kecelakaan paling banyak terjadi di Pulau Jawa dan Papua.
Dia menuturkan faktor penyebab kecelakaan di Papua, yaitu karena perawatan infrastruktur yang dinilai belum optimal, misalnya masalah airstrip.
“Terutama masalah airstrip yang saat ini memang belum sepenuhnya dikontrol oleh Pemerintah. Saya sudah minta kepada Dirjen Perhubungan Udara untuk memperhatikan ini,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, perawatan dasar airstrip juga harus diperhatikan, seperti sistem resapan air (drainase), pengarah angin (wind sock) dan lainnya.
“Paling tidak rumputnya dipotong, kondisi yang minimal ini harus dipenuhi karena moda ini dibutuhkan oleh teman-teman di Papua,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kapten Nur Cahyo Utomo Ketua Subkomite Kecelakaan Udara KNKT mengatakan faktor penyebab kecelakaan penerbangan paling banyak karena faktor manusia yaitu sebanyak 67,12 persen, teknis 15,75 persen, lingkungan 12,33 persen dan fasilitas 4,79 persen.
“Untuk jenis kejadian yang telah diinvestigasi paling banyak itu tergelincirnya pesawat di landasan pacu atau runway incursion, sebanyak 40.09 persen,” katanya.
Nurcahyo mengatakan rekomendasi juga telah diterbitkan, yaitu kepada operator pesawat udara atau maskapai (43,32 persen), Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (35,15 persen), Operator Bandara (1,14 persen) dan lainnya.
Sementara itu, Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Muzaffar Ismail mengatakan pihaknya telah menempatkan sejumlah inspektor di Timika, Sentani, Nabire dan Wamena untuk melakukan pengawasan penerbangan.
“Mereka cek semua flight plan (perencanaan penerbangan), weather plan (kondisi cuaca), baik untuk pesawat penumpang maupun kargo,” katanya. (ant/dwi/rst)