Polisi menangkap sebelas orang beberapa jam sebelum Aksi Bela Islam 2 Desember 2016 berlangsung. Tujuh di antaranya sekarang berstatus tersangka makar.
Mereka adalah Kivlan Zen, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Eko, Alvin Indra, Firza Husein, dan Rachmawati Soekarnoputri.
Sebelum melakukan penangkapan, Tim Reserse Polda Metro Jaya memantau ketat aktivitas dalam tiga minggu terakhir, atau setelah aksi 4 November 2016.
“Proses penyidikan ini sudah dilakukan jauh hari sebelum penangkapan, dan dilandaskan pada barang bukti,” ujar Irjen Boy Rafli Amar Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Sabtu (3/12/2016), di Mabes Polri, Jakarta.
Menurut juru bicara Polri, ada percakapan dan pertemuan tersangka yang harus diantisipasi, karena terindikasi memanfaatkan massa untuk menggulingkan pemerintah.
Kata Boy Rafli, barang bukti yang sudah di tangan penyidik antara lain beberapa berupa tulisan tangan mengenai perencanaan, dan percakapan dalam bentuk elektronik.
“Mereka berencana memanfaatkan massa untuk menduduki Gedung DPR/MPR, kemudian pemaksaan agar bisa segera dilakukan sidang istimewa MPR menuntut pergantian pemerintahan,” paparnya.
Berdasarkan Pasal 87 KUHP, tindak pidana makar baru dianggap terjadi, kalau perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar, telah dimulai.
Tapi, polisi menilai yang dilakukan tujuh tersangka itu merupakan permufakatan, jadi tidak perlu menunggu sampai terjadi.
“Karena sudah terdeteksi ada indikasi merencanakan makar, maka kepolisian melakukan tindakan,” tandasnya.
Seperi diberitakan sebelumnya, polisi tidak menahan ketujuh tersangka perencana makar tersebut, atas dasar penilaian subjektif dan pertimbangan kemanusiaan.(rid/iss)