
Maruarar Sirait anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan mengharapkan, partai politik di Indonesia menerapkan sistem meritokrasi. Dengan begitu, cuma kader yang punya kualitas dan kapabilitas yang berhak menjadi pemimpin.
“Bukan atas dasar kekerabatan atau kedekatan dengan ketua umum partai,” kata Maruarar di hadapan peserta Sekolah Pemimpin Nasional ICMI Angkatan I, yang bekerja sama dengan Qodari School of Politics, di Jakarta, Jumat (9/12/2016) malam.
Maruarar mengatakan, di banyak tempat masih terjadi feodalisme karena kedekatan, kekerabatan dan sebagainya. Padahal yang harus dibangun adalah sistem meritokrasi, dimana seseorang mendapatkan promosi, mutasi atau demosi secara terukur.
Politisi yang akrab disapa Ara ini mengatakan, Bung Karno (Soekarno) mendirikan Indonesia berbentuk republik, bukan kerajaan yang kekuasaannya berdasarkan garis keturunan.
“Saya berani mengatakan ini walaupun kader PDI Perjuangan, karena partai saya ini memperjuangkan ideologi, bukan partai keluarga,” tegasnya.
Sementara, Mukhamad Misbhakun anggota Fraksi Golkar DPR mengatakan, menjadi politisi itu seperti berbalas pantun. Kalau berani menyerang orang lain, maka harus siap diserang.
Legislator dari dapil Probolinggo dan Pasuruan itu menceritakan pengalamannya dipenjara karena dianggap berseberangan dengan partainya waktu itu.
Tapi, itu tidak membuatnya kecil hati, malah menjadi pemicu untuk bangkit dan berani membuat pilihan. (rid/bid)