KH Makruf Amin Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada pimpinan perusahaan tidak memaksa karyawannya yang beragama Islam memakai atribut keagamaan non muslim.
Persoalannya sudah masuk ke wilayah aqidah atau keimanan bukan pada tataran toleransi. Harus dibedakan antara toleransi dengan keimanan.
Kecuali memakai atribut agama lain itu atas kemauan dan kesadarannya sendiri bukan atas paksaan pimpinan atau orang lain.
“Sehubungan dengan munculnya polemik memakai atribut agama lain, MUI telah mengelurkan fatwa yang menyatakan hukumnya haram,” kata Makruf Amin dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Atribut keagamaan yang dimaksud adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah maupun tradisi dari agama tertentu.
Dalam pandangan MUI di masyarakat terjadi fenomena di mana saat peringatan hari besar agama non-Islam, sebagian umat Islam atas nama toleransi dan persahabatan menggunakan atribut dan/atau simbol keagamaan non muslim yang berdampak pada siar keagamaan mereka.
Untuk memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam, ada sebagian pemilik usaha seperti hotel, supermarket, departemen store, restoran dan lain sebagainya bahkan kantor pemerintahan mengharuskan karyawannya termasuk yang muslim untuk menggunakan atribut keagamaan dari non-muslim.
Bahwa terhadap masalah tersebut muncul pertanyaan mengenai hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim.
“Karena itu dipandang perlu MUI menetapkan fatwa tentang hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim guna dijadikan pedoman,” kata KH Makruf Amin. (jos/dwi/ipg)