Senin, 25 November 2024

MUI Tidak Toleransi Ormas Sweeping Atribut Non-Islam

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Maruf Amin Ketua Umum MUI. Foto: Antara

Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak memberikan toleransi kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) yang melakukan “sweeping” atau pembersihan paksa atribut keagamaan non-Islam.

“Sejak dulu, sekarang, kapanpun, MUI tidak memberikan toleransi kepada masyarakat dan ormas untuk melakukan eksekusi dan sweeping,” kata Maruf Amin Ketua Umum MUI dalam konferensi pers di Gedung MUI, Jakarta, lansir Antara, Selasa (20/12/2016).

MUI terutama menyoroti langkah “sweeping” oleh ormas yang beralasan mengawal Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Non-Muslim yang diterbitkan pada 14 Desember 2016.

Fatwa MUI 56/2016 memutuskan bahwa menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram dan tindakan mengajak atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-muslim juga adalah haram.

Salah satu pertimbangan penerbitan fatwa itu, kata Maruf, adalah laporan dari masyarakat kepada MUI mengenai penggunaan atribut keagamaan non-Islam oleh muslim, dalam kasus ini atribut Kristen menjelang perayaan Hari Raya Natal.

“Ormas mestinya hanya melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat terkait fatwa itu,” kata dia. Maruf meminta pemerintah dan instrumen resminya melindungi masyarakat dan mencegah terjadinya pemaksaan untuk pemakaian atribut keagamaan non-muslim kepada pemeluk Islam.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Tito Karnavian juga menegaskan ormas bukan penegak hukum sehingga tidak seharusnya melakukan “sweeping“.

“Ormas tidak boleh melakukan langkah upaya paksa dengan alasan penegakan fatwa. Mengawal fatwa untuk sosialisasi dan berkoordinasi dengan pemerintah boleh. Akan tetapi, kalau melakukan langkah sendiri tidak boleh,” kata dia.

Tito mengatakan jika pelaku “sweeping” tidak bersedia dibubarkan, maka aparat kepolisian dapat mengenakan Pasal 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dia menegaskan aparat kepolisian jangan ragu menindak sekelompok orang yang melakukan “sweeping” atau melakukan sosialisasi “sweeping”. Jika setelah dibubarkan pelaku “sweeping” melawan, maka mereka dapat tangkap sesuai aturan hukum.

“Kalau ada petugas (kepolisian) yang terluka, ancamannya tujuh tahun, pelaku bisa ditahan. Jangan ragu-ragu,” ucap Tito.(ant/den)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
29o
Kurs