Mahasiswa Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (Ubaya) menciptakan sejumlah karya berbentuk aneka barang dengan tajuk Nusantara Lama.
Dengan tema besar: Uri-uri, karya para mahasiswa itu mencoba mengeksplorasi budaya masa lampau kemudian diadaptasi menjadi aneka karya barang-barang baru.
Mulai dari tas, perhiasan, mural, dan kerajinan tangan lainnya yang dieksplorasi para mahasiswa tersebut mengambil inspirasi dari benda-benda peninggalan kerajaan Majapahit, khususnya yang ada diwilayah Trowulan, Mojokerto.
Survey sebelum membuat karya dilakukan para mahasiswa peserta mata kuliah Ragam Hias ini dengan mendatangi Candi Brahu, Candi Tikus, Candi Bajang Ratu dan Candi Wringin Lawang, pada bulan September 2016 yang lalu.
Survey dan observasi wajib dilakukan para mahasiswa agar dapat mengenal, mengamati, menelaah dan kemudian dapat diterjemahkan ke dalam karya baru sesuai kreatifitas masing-masing yang bertujuan memperkenalkan budaya masa lampau serta melestarikan kekayaan budaya Indonesia.
Sedangkan dipilihnya candi sebagai inspirasi adalah selain karena jarak, Trowulan identik dengan Majapahit, dan Majapahit satu diantara kerajaan terbesar yang ada di Nusantara. Dan para mahasiswa wajib mengetahui hal itu, peninggalan kerajaan Majapahit berpotensi dijadikan referensi berkarya.
“Bersama kelompok kami membuat Tusuk Konde. Karena saat ini jarang masyarakat yang menggunakan Tusuk Konde. Idenya berasal dari bentuk candi dan lambang kerajaan Majapahit yaitu matahari,” kata Natasha Alverina, satu diantara mahasiswa peserta.
Setiap karya yang ditampilkan merupakan hasil kerja kelompok yang terdiri dari dua orang. Sebelumnya mahasiswa diminta membuat 10 desain alternatif. Dan satu diantaranya direalisasikan menjadi satu bentuk karya.
Menurut Prayogo Widyastoto Waluyo, S.Pd., M.Sn. dan Wyna Herdiana, S.T., M.Ds., selaku dosen pengampu mata kuliah Ragam Hias, setiap mahasiswa diberikan kebebasna untuk menentukan ide-ide awalnya.
“Setelah mengikuti observasi mahasiswa bebas membuat karya apa saja sesuai kreatifitas mereka, asalkan tidak melunturkan filosofi yang ada pada objek observasi tersebut. Dan oleh karena itu mahasiswa wajib memahami nilai keindahan serta filosofi setiap karya masing-masing,” kata Prayogo Widyastoto Waluyo sata ditemui suarasurabaya.net, Kamis (22/12/2016).(tok/ipg)